DARI DISKUSI DUA MINGGUAN KPU NTB: PERLU RUMUSAN PRODUK PILKADA SEBAGAI INFORMASI PUBLIK
Diposting oleh Admin KPU :
Kategori: Berita KPU Provinsi NTB - Dibaca: 730 kali
Mataram (NTB) - Hadirnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik semakin mendukung partisipasi masyarakat dalam mendorong semangat transparansi di Indonesia pada umumnya dan khususnya di NTB. Dengan Undang-Undang ini maka Badan Publik mau tidak mau harus terbuka, membuka layanan informasi kepada publik. Saat ini pelaksanaan program dan kebijakan Badan Publik haruslah dilakukan secara transparan, dan masyarakat berhak mengetahui dan/atau memperoleh data dan informasi mengenai pelaksanaan program dan kebijakan tersebut.
Hal tersebut terungkap dalam diskusi dua mingguan KPU Prov. NTB senin (14/11) dengan mengangkat tema Keterbukaan Informasi Publik dalam Penyelenggaraan Pilkada.
Sebagai narasumber dalam diskusi tersebut adalah Komisioner Komisi Informasi Prov. NTB Najamuddin Amy dan Akademisi IAIN Mataram Agus, dengan peserta dari Anggota KPU Prov. NTB, Anggota KPU Kab./Kota, Bawaslu Prov. NTB, Kesbangpoldagri, LSM, Mahasiswa IAIN Mataram dan Media Massa.
Komisioner Komisi Informasi Prov. NTB Najamuddin Amy mengatakan UU Pemilu dihajatkan juga untuk menuju kesejahteraan, begitupun UU KIP. Keterbukaan Informasi Publik Dunia yang digagas oleh beberapa negara dalam Open Government Partnership (OGP) dan ditindaklanjuti dengan Open Government Indonesia (OGI) menegaskan bahwa KIP dihajatkan demi lahirnya kesejahteraan rakyat.
KIP dihajatkan demi lahirnya kesejahteraan rakyat. Saat ini Transparency International Indonesia (TII) telah bekerjasama dengan Komisi Informasi Pusat (KIP) untuk mengembangkan instrumen yang dapat mengukur Tingkat Transparansi Pendanaan Partai Politik melalui sebuah survey. Instrumen tersebut didasarkan pada UU Nomor 2 Tahun 2008 jo. UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik dan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Dengan adanya instrument ini nantinya dpat diketahui apakah sebuah partai politik telah menerapkan prinsip transparansi sesuai dengan regulasi atau belum.
"Pejabat publik harus mulai menjadi uswah transparansi mulai dari menjadi calon. Bahkan dalam kesejatiannya setiap calon yang berintegritas akan mendapatkan nilai lebih dalam kompetisi apapun, apalagi menjadi kepala daerah (pejabat publik)," jelas Najamuddin.
Lebih jauh dikatakan, Komisi Infomasi Prov. NTB menyadari bahwa UU KIP belum massiv tersosialisasi di masyarakat NTB. Desa Benderang Informasi Publik (DBiP) NTB yang baru di launching Gubernur NTB dengan Kepala Daerah dan Kades se NTB, menjadi salah satu solusi dalam membumikan transparansi informasi publik. Setiap lembaga bisa bersinergi memanfaatkan DBiP karena kewajiban Pemdes pun meyiapkan DIP, membentuk PPID Desanya, menguatkan regulasi tingkat desa dan penguatan pengembangan Sistem Informasi oleh Pemprov dan Pemda menjadi wajib untuk dilaksanakan.
"Saat ini beberapa kab/kota telah terhubung websitenya sampai desa seperti di Kab. Bima, KSB, KLU. Bahkan ada Desa OnLine disebagian Kab. Lombok Barat. Sementara Kab./Kota yang lain di 2017 sedang maintanance website desanya," ungkap Najamuddin.
Sementara itu, Akademisi IAIN Mataram Agus menyatakan KPU harus membuka akses seluas-luasnya bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi tentang Pilkada. Hal itu juga untuk meningkatkan legitimasi dari hasil Pilkada, dimana KPU sebagai penyelenggara. "Semangat keterbukaan informasi publik wujudnya adalah membangun akuntabilitas baik terkait proses maupun hasil Pilkada yang nantinya melahirkan legitimasi yang tinggi," paparnya.
Ketika KPU dalam menyelenggarakan Pemilu dan Pilkada berdasarkan semangat keterbukaan, tentu akan berdampak kepada kepercayaan tinggi masyarakat terkait hasil yang dicapai. "Kalau menjalankan kerterbukaan informasi, hasil dari Pemilu dan Pilkada tentu akan menghasilkan pemimpin yang memiliki legitimasi tinggi. Kalau legitimasinya tinggi, tentu akan menjalankan kepemimpinan lebih efektif," menurut Agus.
Ada beberapa hal terkait definisi informasi publik yang perlu disepakati KPU Prov. NTB terkait informasi yang sifatnya dikecualikan. Karena selama ini, informasi yang dikecualikan itu sering ditafsirkan berbeda. Termasuk Bawaslu Prov. NTB dan Komisi Inforasi Prov. NTB sebagai mitra kerja KPU Prov. NTB. Karenanya perlu dilakukan pertemuan khusus antara KPU, Bawaslu dan KIP untuk merumuskan keterbukaan informasi dalam pilkada ini, mengingat informasi yang dikuasai oleh KPU dan Bawaslu banyak bersentuhan dengan hal-hal yang bersifat politis.
Pendapat senada juga disampaikan Anggota Bawaslu Prov. NTB H. Syamsudin. Ia mengatakan bahwa pengguna informasi tidak hanya masyarakat namun lembaga publik pun dapat meminta informasi yang dibutuhkan kepada lembaga/badan publik lainnya, termasuk sesama penyelenggara hendaknya dapat memberikan informasi yang dibutuhkan.
"Perlu dibahas bersama mengenai informasi yang dikecualikan antara KPU, Bawaslu dan KIP sehingga tidak ada lagi multitafsir informasi yang dikecualikan,"harap Syam.
Sementara Divisi Hukum KPU Prov. NTB, H. Ilyas Sarbini mengatakan mengenai informasi yang dikecualikan khususnya informasi pemilu perlu didiskusikan bersama, sehingga mendapatkan pemahaman yang sama. Dari sisi KPU, informasi yang dikecualikan akan melakukan uji konsekuensi, namun akan sia-sia jika dibawa ke Komisi Informasi karena tidak ada satu pemahaman. Dilihat dari difinisi. "Ada perbedaan ruang lingkup antara difinisi Informasi Publik dengan difinisi Informasi Pemilu," ungkap H. Ilyas.
Dikatakannya, informasi pemilu yang dipertimbangkan untuk uji konsekuensi adalah dasar aturannya, implikasi sosial dengan pertimbangan aspek keamanan dan aspek politik. Peraturan KI Nomor 1 Tahun 2014 tentang Standar Layanan dan Penyelesaian Sengketa Pemilu serta Peraturan KPU Nomor 1 Tahun 2015, memang sudah mendefinisikan informasi publik, yakni informasi yang dihasilkan. Bahkan, UU Legislatif dan UU Pilkada pun mewajibkan KPU untuk memberikan dokumen apa saja yang diberikan kepada pihak lain. Namun, informasi publik yang menyangkut informasi pemilu adalah informasi yang dihasilkan.
"Jika informasi yang minta oleh lembaga publik seperti Bawaslu ke KPU, saya rasa dapat diberikan namun untuk kepentingan pengawasan. Bukan untuk kepentingan publik," jelas H. Ilyas.
Dibagian akhir diskusi, Ketua KPU Prov. NTB Lalu Aksar Ansori menyampaikan pentingnya masyarakat memperoleh akses informasi tentang Pemilu dan Pilkada. Selain merupakan amanat UU, hal itu juga untuk meningkatkan partisipasi masyarakat untuk terlibat langsung mengawasi proses penyelenggaraan Pilkada.
"Keterbukaan informasi publik dalam Pilkada merupakan hal yang penting. Salah satunya untuk memunculkan kesadaran masyarakat untuk andil langsung serta mengawasi proses politik di NTB," kata Aksar.
KPU selaku penyelenggara Pilkada menganggap keterbukaan informasi publik merupakan tanggung jawab konstitusi yang harus ditunaikan. Oleh karena itu, KPU selaku penyelenggara berkewajiban memberikan akses seluas-luasnya bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi, lanjut Aksar.
Yang tidak kalah pentingnya dari penerapan keterbukaan informasi publik ini adalah kami ingin masyarakat tahu bahwa kami bekerja secara transparan serta ramah menerima kritik dan masukan. "Kami ingin dilihat bekerja dengan jujur dan tidak berpihak. Kami ingin meyakinkan masyarakat supaya Pilkada diterima publik," terangnya.
- TINGKATKAN DAFTAR PEMILIH BERKUALITAS, KPU NTB GELAR PEMUKTAHIRAN DAFTAR PEMILIH BERKELANJUTAN SEMESTER II
- Mahasiswa IAIN Mataram Praktek Management Organisasi di KPU Provinsi NTB
- KPU NTB MENERIMA KUNJUNGAN MAHASISWA UMM DI BALE PEMILU
- DARI DISKUSI DUA MINGGUAN: ANGGARAN PILGUB NTB 2018 HARUS MASUK DI ANGGARAN MURNI TAHUN 2017
- OPTIMALKAN LAYANAN ADMINISTRASI, KPU NTB GELAR RAKER PELAYANAN ADMINISTRASI PEMILU DAN PILKADA
Isi Komentar :
Nama | : |
Website | : |
Komentar | |
(Masukkan 6 kode diatas) |
|