MENGAPA DEMOKRASI BEGITU DIPUJA DAN BAGAIMANA PEMILU DIKATAKAN DEMOKRATIS? Oleh Agus, M.Si
Diposting oleh Admin KPU :
Kategori: Berita KPU Provinsi NTB - Dibaca: 3199 kali
A. MENGAPA DEMOKRASI DIPUJA?
Saya tertarik dengan pemaparan Prof.Jimlly Assidiqi di Lombok Raya tanggal 27 April 2015 ketika memberi kuliah umum dihadapan komisioner KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota seluruh Indonesia. Prof Jimlly mengatakan bahwa kini demokrasi telah diterima oleh semua agama. Ia mencotohkan pemeluk agama kristen terbesar di dunia yaitu Amerika Serikat telah menerapkan demokrasi, pemeluk agama hindu terbesar yaitu India juga telah menerapkan demokrasi. Demikian pula halnya pemeluk agama muslim terbesar dunia yakni Indonesia sudah menerapkan demokrasi. Maka kata Jimlly demokrasi tidak perlu diperdebatkan lagi.
Saya juga tertarik dengan karya Andrew Heywood dalam bukunya Poltics 4th edition tahun 2013 yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia tahun 2014. Dengan lugas Heywood mengatakan dalam politik modern, demokrasi telah begitu luas diterima sehingga hampir secara politik tidak perlu lagi dipertanyakan.
Dengan dua komentar politik di atas, saya ingin mengatakan bahwa zaman ini setiap solusi yang benar bagi sebuah problem politik adalah solusi yang demokratis. Seluruh pemimpin politik akan mendapat kecaman hebat jika berani memberi solusi diluar resep demokrasi. Tengoklah misalnya ketika DPR mengembalikan pemilihan kepala daerah ke tangan DPRD. Publik mengatakan resep itu adalah salah, otonomi daerah tidak simetris dengan pemilihan kepala daerah oleh DPRD, dan lain-lain. Gelombang protes-pun bermunculan, dan Indonesia cukup gaduh. Tak mampu menahan protes, pemerintah akhirnya mengeluarkan Perpu. Kini dengan undang-undang nomor 1/2015 sebagaimana telah diubah oleh undang-undang nomor 8/2015 demokrasi lokal kembali diletakkan pada solusi yang benar yakni solusi demokrasi.
Pertanyaan yang muncul kemudian, mengapa demokrasi begitu dipuja? Mengapa pemimpin-pemimpin poitik di dunia ini begitu ketakutan ketika dipandang tidak demokratis? Dan mengapa pula sebuah negara rela mengeluarkan begitu banyak uang untuk mempraktekkan demokrasi?. Dari beberapa referensi politik, saya ingin mengatakan ada tiga alasan demokrasi dipuja oleh manusia di dunia politik zaman ini.
Demokrasi merupakan bentuk tertinggi dari politik. Demokrasi memiliki kelebihan utama yakni ia mampu mengatasi tantangan utama dalam politik. Beberapa tantangan politik adalah terdapat berbagai pandangan yang saling bersaing, kompetisinya cenderung mengarah pada pertumpahan darah dan kekerasan. Demokrasi memiliki kemampuan mendamaikan situasi itu, karena demokrasi bersandar pada persuasi dan kompromi.
Demokrasi mendorong semua masyarakat yang memiliki perbedaan pandangan, perbedaan kepentingan, dan yang sedang bersaing untuk menemukan sebuah cara hidup bersama dalam harmoni, karena masing-masing mendapatkan hak suara dalam politik. Karena itu tidak berlebihan untuk mengatakab demokrasi merupakan satu jenis katup keamanan poitik. Dan yang lebih penting demokrasi mencegah terbentuknya kemarahan serta frustrasi karena demokrasi mengambil keputusan melalui suara terbanyak.
Demokrasi sebagai sebuah nilai universal. Argumentasi yang berkembang dikalangan ilmuan politik kekinian adalah demokrasi merupakan salah satu hak asasi manusia. Dalil ini menyebutkan demokrasi menyediakan keterjaminan hak yang fundamental dan absolut pada semua orang, tanpa memandang agama, gender, dan perbedaan yang lain. Contoh paling nyata dari bukti dalil di atas adalah, demokrasi memberikan kebebasan pada setiap orang untuk memilih dan dipilih. Kebebasan ini melahirkan akses yang setara pada kekuasaan dan hak untuk partisipasi politik.
Rumusan di atas tentu tidak ditemukan dalam sistem politik lain, semisal monarki atau diktator. Dalam sistem monarki sudah dipastikan tidak ada kesempatan bagi selain keturunan pemimpin untuk menjadi pemimpin. Monarki seolah mentakdirkan penguasa tetap menjadi penguasa, sedangkan para kaule bale atau rakyat tetap menjadi rakyat karena itu merupakan takdir mereka. Demikian halnya dengan diktator, tentu tidak ada akses bagi orang yang lemah menjadi pemimpin politik. Sedangkan pada demokrasi semua anasir-anasir monarki dan dictator ditolak.
Demokrasi menjauhkan tirani. Pada dasarnya semua kekuasan akan cenderung menjadi tirani terhadap rakyatnya, demikian kata Aristoteles. Mengapa begitu? Karena mereka yang sedang berkauasa akan cenderung menempatkan kepentingan diri mereka di atas kepentingan orang lain. Maka kata demokrasi, pemerintahan dan para pemimpin perlu diawasi atau dibatasi, dan ingat tidak ada pembatas kekuasaan yang lebih efektif daripada demokrasi. Ini karena kekuasaan yang demokratis berjalan melalui sbuah mekanisme akuntabilitas, yang memungkinkan rakyat untuk menyingkirkan orang-orang yang curang. Pemimpin politik yang tidak menempati janji kampanyenya dapat tersungkur oleh rakyat dalam pemilu berikutnya. Maka demokrasi betul-betul menempatkan rakyat sebagai hakim.
Demikianlah tiga alasan mengapa demokrasi selalu dipuja. Karena itu tidak pada tempatnya mengembalikan pemilihan kepala daerah ke DPRD. Tidak juga pada tempatnya semua pihak menunda-nunda pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota serentak, dan juga tidak pada tempatnya penyelenggara pemilu menghalangi hak politik universal orang untuk memilih dan dipilih.
B. PERSYARATAN PEMILU DEMOKRATIS
Pemilu merupakan parameter demokrasi. Maka ada beberapa persyaratan proses penyelenggaraan pemilu untuk dapat dikatakan demokratis.
1. Semua orang dewasa memiliki hak suara dan mereka dapat menggunakan hak pilihnya
2. Pemilu dilaksanakan secara teratur dalam batas waktu yang ditentukan
3. Administrator pemilu harus bertindak adil, tidak ada pengecualian hukum, tanpa kekerasan, tanpa intimidasi kepada kandidat untuk memperkenalkan pandangan atau pemilih untuk mendiskusikannya
4. Pilihan dilakukan dengan bebas dan rahasia, dihitung dan dilaporkan secara jujur
5. Hasil pemilihan diarsip secara rapi dan dapat dipertanggungjawabkan
Persyaratan pemilu demokratis di atas, akan terwujud apabila didukung oleh sejumlah kondisi, sebagai berikut:
1. Adanya pengadilan indevenden yang menginterpretasikan peraturan pemilu, proses pemilu dan hasil pemilu
2. Adanya lembaga administrasi/penyelenggara yang jujur, kompeten, dan non-partisan untuk menyelenggarakan pemilu
3. Adanya pembangunan sistem kepartaian yang cukup terorganisir untuk melakukan kaderisasi calon pemimpin
4. Penerimaan dari masyarakat terhadap aturan main yang telah dibuat oleh pemerintah dan penyelenggara pemilu
C. MENATAP PEMILU DI NEGERI KITA
Pasca reformasi 1998, pemilu di Indonesia sudah mengalami beberapa kemajuan baik dari sisi substansi maupun kelembagaan dan prosudur demokrasi. Dari sisi substansi misalnya, seluruh pejabat politik sudah diisi melalui mekanisme pemilu langsung oleh rakyat. Di lembaga legislatif tidak ada lagi anggota parlemen yang duduk tanpa melalui pemilu. Berbeda dengan era Orde Baru, masih terdapat utusan daerah dan utusan golongan yang duduk tanpa melalui pemilu. Kemudian seluruh pejabat eksekutif; presiden, gubernur, bupati, walikota dipilih langsung oleh rakyat, kecuali karena daerah itu mendapatkan keistimewaan.
Dari sisi kelembagaan demokrasi, Indonesia merupakan satu-satunya negara yang memiliki dua penyelenggara pemilu ditambah satu dewan etik. KPU dan jajarannya sebagai administrator yang merencanakan, melaksanakan dan membuat evaluasi pemilu. Dalam suluruh pelaksanaan tahapannya diawasi oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Dan pelanggaran etik penyelenggara pemilu disidangkan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Untuk menjaga indevendensi KPU sebagai penyelenggara pemilu, Indonesia juga mencantumkan pasal 22E UUD 1945, yang menyebutkan pemilu diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri.
Maka kemandirian atau indevendensi merupakan jati diri KPU dan jajarannya (PPK, PPS dan KPPS) sebaai penyelenggara pemilu. Apabila jati diri hilang, maka kepercayaan publik terhadap KPU akan hilang, dan pemilu akhirnya akan dipandang sebagai bukan jawaban atas demokrasi. Kondisi ini bisa menjadi legitimasi pihak-pihak yang tidak setuju dengan pilkada langsung sebagai jawaban demokrasi. Maka saat ini seluruh penyelenggara pemilu (KPU, KPU Provinsi, KPU Kab/Kota, PPK, PPS, dan KPPS harus bisa menjaga jati diri tersebut.
Pada praktek pemilu nasional 2014 yang lalu, Indonesia telah mendapat banyak pelajaran sebagai berikut:
a. Transparansi proses dan hasil pemilu melalui e-government; SIDALIH, SIPOL, SILOG, SITUNG
b. Mendorong intensitas komunikasi politik antara kandidat dan pemilih melalui pembatasan baliho dan alat peraga kampanye
c. Membangun integritas penyelenggara pemilu pada semua tingkatan/administrator; meskipun demikian beberapa survei menyimpulkan semakin ke bawah akuntabilitas publik terhadap penyelenggara pemilu semakin kecil
Terlepas dari prestasi di atas, dalam pemilu Bupati/Walikota tahun 2015, beberapa hal yang harus ditingkatkan:
a. Tranparansi terhadap proses maupun hasil pemilu ditingkatkan, media komunikasi harus lebih banyak dan lebih variatif
b. Integritas dan indevendensi penyelenggara pemilu ditingkatkan
c. Ketersediaan tenaga professional dan personil teknis harus lebih banyak, maka rekrutmen dan training/bimtek harus ditingkatkan
d. Penguatan kapasitas masing-masing struktur sehingga mampu menyelesaikan masalah dengan cepat dan akurat
- SOSIALISASI DESAIN SURAT SUARA PEMILUKADA TAHUN 2015
- PERKUAT KESIAPAN PILBUP DAN PILKOT, KPU PROVINSI SELENGGARAKAN RAKOR
- KPU PROVINSI NTB KUNJUNGI KPU KOTA BIMA DAN KABUPATEN BIMA
- MENYIAPKAN LOGISTIK PEMILUKADA 2015 DENGAN SEPENUH HATI : Hesty Rahayu
- KESIMPULAN RAPAT KOORDINASI EVALUASI PENGELOLAAN LOGISTIK EKS PEMILU TAHUN 2014 LINGKUP KPU PROVINSI
Isi Komentar :
Nama | : |
Website | : |
Komentar | |
(Masukkan 6 kode diatas) |
|